Pukul lima pagi bayiku merengek, melempar-lemparkan pantat dengan mata setengah terpejam- mencari sumber kehidupannya. Di usianya yang ke dua puluh satu bulan ia belum disapih, seperti kakak-kakaknya yang baru lepas ASI di usia 24-25 bulan. Kami berusaha mengikuti sunnah Rasul, menyapih anak pada usia dua tahun. Terlepas jika kami merasa diuntungkan dengan pemberian ASI penuh, selain tak repot menggodok botol dan menyiapkan air panas di termos, kami pun tak perlu cemas dengan harga susu bayi yang terus melambung. Bayiku kembali tertidur setelah ia puas menyusu.
Ijah, seorang perempuan miskin yang pernah melakukan kesalahan di masa remajanya sehingga membuahkan seorang anak laki-laki. Demi buah hatinya ia menyediakan diri menjadi petarung dalam kehidupan, berdarah-darah oleh luka dari setiap pergulatan. Sakit, namun ia tak menyerah.